Apakah pernah terlintas di pikiran kalian kalau hidup itu
sangat abstrak? Dan buat apa sih sebenarnya kita hidup?
Aku terlahir di keluarga yang sederhana. Selama aku hidup
aku cukup merasa bahagia, kecuali mengenai satu hal−mamaku meninggal saat aku
masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Tapi aku tidak merasa kekurangan kasih
sayang.
Masih ada papa, adik, keluarga besar dan teman-teman yang peduli denganku. Walaupun tentu saja, terkadang aku juga merindukan kehadiran dan kasih sayang mama, tapi aku tetap merasa cukup bahagia. Aku pikir itu adalah hal yang normal. Aku pikir semua orang memang merasa seperti itu−bahkan mungkin lebih bahagia dibandingkan denganku. Tapi semakin aku menginjak dewasa, aku baru menyadari bahwa ternyata aku beruntung bisa hidup bahagia seperti ini.
Masih ada papa, adik, keluarga besar dan teman-teman yang peduli denganku. Walaupun tentu saja, terkadang aku juga merindukan kehadiran dan kasih sayang mama, tapi aku tetap merasa cukup bahagia. Aku pikir itu adalah hal yang normal. Aku pikir semua orang memang merasa seperti itu−bahkan mungkin lebih bahagia dibandingkan denganku. Tapi semakin aku menginjak dewasa, aku baru menyadari bahwa ternyata aku beruntung bisa hidup bahagia seperti ini.
Jika kalian juga aktif menggunakan media sosial twitter
sepertiku, pasti sudah tidak asing mengenai thread-thread
yang belakangan ini sering viral. Terdapat berbagai macam thread mulai dari yang berguna (share
tips, tutorial, dll), horor, sedih (biasanya mengenai pengalaman buruk yang
tidak mengenakkan), hingga yang tidak berfaedah (spill aib seseorang). Dulu waktu awal-awal ngehits aku baca segala jenis thread
yang muncul di timeline-ku, entah itu
penting atau enggak, yang penting aku nggak ketinggalan info yang sedang ramai dibicarakan
di twitter J
Sampai di suatu titik, aku mulai menyesali waktuku yang terbuang sia-sia
membaca thread-thread spill gosip
yang sangat tidak ada manfaatnya. Well,
sebenarnya bukan benar-benar nggak ada manfaatnya sih. Ini juga merupakan salah
satu awal titik balik saat aku mulai menyadari sisi lain dari kehidupan. Yang
semula aku pikir semua orang juga menjalani kehidupan yang sama normalnya
dengan apa yang aku alami, ternyata ada juga yang hidup dengan cara yang
berbeda.
Aku kira Indonesia yang menjunjung tinggi agama−menurut
Pancasila sila ke-1, sudah pasti masyarakatnya akan taat dengan agama. Jujur saja,
aku sangat shock saat membaca thread mengenai seks bebas (yang kalau
sekarang aku pikir sebenarnya cukup bodoh, mengingat sejak lahir aku tinggal di
Surabaya dan tahu mengenai tempat bernama ‘gang doli’), tapi itu pertama
kalinya aku mengetahui mengenai seks bebas dari sudut pandang pelaku. Dan tidak
hanya satu thread, ada cukup banyak thread yang memiliki topik serupa hingga
aku berpikir apa hal ini adalah hal yang lumrah terjadi di Indonesia?
Dari thread-thread
yang telah aku baca tersebut, aku jadi memiliki sudut pandang baru. Terdapat
berbagai alasan yang membuat mereka melakukan hal tersebut, namun yang umum dan
membuatku cukup simpatik adalah karena mereka merasa kesepian−terutama karena
masalah keluarga (broken home,
keluarga yang tidak harmonis, dll). Well,
aku jadi merasa nggak pantas untuk menilai apakah yang mereka lakukan itu benar
atau salah karena aku nggak pernah merasakan berada di posisi mereka. Aku nggak
tahu bagaimana menyesakkan rasa kesepian yang telah mereka alami.
Lanjut mengenai thread
lain, ada juga yang menceritakan mengenai pengalamannya saat menikah dengan
pria yang sangat tidak menghargai dirinya sebagai seorang istri. Suaminya suka
berselingkuh, melakukan kekerasan terhadapnya, bahkan saat ia sedang hamil.
Setelah melahirkan pun nggak lantas suaminya berubah, justru semakin parah
karena suaminya tiba-tiba berhenti bekerja dan tidak memberi uang serupiah pun
kepadanya untuk keperluan anak mereka. Wow,
surprising enough? Nggak habis pikir, ya, ada manusia sejahat itu. Di akhir
thread ia bercerita kalau kekerasan
yang ia dapatkan semakin menjadi-jadi, ia menghubungi ibunya yang berada di
Batam (kalau tidak salah ia dan suaminya tinggal di Tangerang) dan ibunya
menyuruhnya untuk kembali saja ke Batam. Seakan mengetahui kalau perempuan ini
akan kabur, suaminya tiba-tiba membawa anak mereka ke rumah orang tuanya (orang
tua dari pihak laki-laki yang juga tinggal di Tangerang) dan menitipkan anaknya
disana. Tentu saja perempuan ini panik, ia tidak ingin meninggalkan anak
kesayangannya, namun ia juga khawatir mengenai dirinya sendiri apabila ia tetap
bertahan untuk tinggal bersama dengan suaminya. ‘Bisa-bisa aku mati disana.’ Begitu yang ia tulis di threadnya mengenai kekerasan yang
dilakukan oleh suaminya sudah benar-benar tidak masuk akal. Dengan berat hati,
perempuan itu memilih untuk kembali ke rumah orang tuanya di Batam dan terpaksa
meninggalkan anaknya yang masih bayi di Tangerang karena berada di tangan
suaminya. Bisa bayangkan bagaimana sedihnya perasaan perempuan itu? :’(
Aku belum menjadi seorang ibu, tapi membayangkan berada di
posisi perempuan itu sudah sangat membuatku sesak. Mengapa perempuan itu harus
mengalami hal seberat ini? Mengapa hidup harus sekejam ini kepadanya? Namun surprisingly, saat aku iseng membuka
akun twitternya, aku menemukan sebuah video yang perempuan itu unggah. Di video
itu menunjukkan sepasang kekasih yang tampak bahagia. Ternyata sepasang kekasih
itu adalah dirinya dan kekasihnya yang baru. Aku membaca tweet-tweetnya yang lain dan berasumsi perempuan ini sudah berdamai
dengan masa lalunya. Sebuah kabar yang menggembirakan. Aku sempat khawatir
dengan pengalaman seperti itu, aku pikir dia akan mengalami trauma dan akan
susah memiliki hubungan lagi dengan laki-laki. Tapi syukurlah dia bisa
mengatasi semua itu. Beberapa tweetnya
menunjukkan ia masih berusaha memperjuangan hak asuh anaknya yang masih tinggal
dengan mantan mertuanya di Tangerang. Membaca semua itu, aku hanya bisa
mendoakan semoga saja ia bisa bertemu dengan anaknya kembali dan memiliki
hubungan yang jauh lebih baik dibandingkan yang sebelumnya dengan kekasihnya
yang baru. Sebuah thread yang menyesakkan,
namun cukup menginspirasi agar kita terus mencari kebahagiaan dan tidak
berlarut-larut terpuruk dengan masa lalu, seberat apapun masalah yang kita
hadapi.
Next, thread yang nggak kalah menyesakkan
adalah thread-thread yang ditulis
oleh korban pelecehan seksual. Kalian sudah bisa membayangkan bagaimana
menyakitkannya, kan? Terutama saat mereka menjelaskan bagaimana pelecehan
seksual yang telah mereka alami menyebabkan dampak traumatik yang bahkan masih
melekat bertahun-tahun kemudian. Tidak jarang pelaku pelecehan seksual ini
bahkan keluarga mereka sendiri. Ada yang dilecehkan oleh ayahnya, oleh
kakaknya, oleh sepupunya, oleh pamannya, dan mereka tidak tahu harus
menceritakan ini kepada siapa. Ada beberapa orang yang dengan berani speak up dan menceritakannya kepada ibu
mereka. Namun dalam beberapa kasus, ibu mereka tidak mempercayainya karena
pelakunya adalah anggota keluarganya sendiri, yang menurutnya tidak mungkin
melakukan hal seperti itu. Wow, jadi double,
ya, sakitnya. Sudah jadi korban pelecehan, ketika berani untuk speak up justru tidak dipercaya.
Untuk pelecahan seksual ini, aku cukup mengerti karena aku
juga pernah mengalami hal yang serupa beberapa waktu yang lalu :’ )
Aku ingat hal itu terjadi di siang hari, dalam perjalananku
pulang ke tempat kos sepulang kuliah. Jadi kosanku ini masuk ke gang kecil di
samping kuburan. Sebenarnya ada jalan yang lebih besar, namun jaraknya menjadi
sedikit lebih jauh. Aku lebih sering jalan melalui gang kecil ini. Saat itu aku
sedang berjalan sendirian di gang kecil ini. Kemudian aku mendengar suara motor
dari arah belakang. Aku tidak mengkhawatirkan apapun karena biasanya memang ada
motor yang melalui gang ini juga dan tidak pernah terjadi apa-apa. Namun kala
itu, saat motor sedang berjajar di sampingku, si pengendara yang sepertinya
bapak-bapak−aku hanya mengira-ngira karena aku hanya melihat dari belakang saat
dia melewatiku, menjulurkan tangannya dan meremas dadaku. Lalu dia melewatiku
begitu saja seolah tidak ada yang terjadi. Aku terlalu terkejut untuk bereaksi,
sehingga aku hanya diam. Aku terlalu bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Kejadian itu mungkin hanya berlangsung selama satu detik, namun dampaknya
berlangsung cukup lama. Aku takut. Aku tidak mau melewati gang itu lagi. Atau
setidaknya aku tidak ingin melewatinya sendirian. Selama beberapa hari setelah
kejadian itu, aku lebih memilih melewati jalan yang lebih besar walaupun
memakan waktu yang lebih lama. Saat aku kebetulan pulang bersama dengan teman
dan melewati gang kecil itu, aku menjadi parno saat ada motor yang melintas.
Takut-takut mimpi buruk itu terulang kembali. Namun syukurlah, sampai akhirnya
aku lulus dari universitasku dan kembali ke Surabaya, hal itu tidak pernah
terjadi lagi. Sekarang aku sudah tidak begitu trauma dengan kejadian itu,
asalkan aku tidak berusaha mengingat-ngingat.
Kira-kira ketiga thread
seperti itulah yang menyadarkanku kalau ternyata hidup bisa begitu kejam.
Bagaimana orang-orang bisa setegar itu menghadapi permasalahan yang menimpanya?
Aku tidak tahu apakah aku bisa sekuat mereka jika berada di posisi yang sama.
Aku masih tidak tahu apa arti sebenarnya dari hidup. Apa
yang akan kita dapat setelah melalui berbagai cobaan di dunia ini? Namun satu
hal yang aku percaya, Tuhan pasti akan memberikan balasan yang setimpal dengan
apa yang sudah kita lakukan. Aku harap setelah mengetahui jika hidup bisa
begitu tidak adil, kita tidak lantas menyerah. Sebaliknya, kita bisa mengambil
pelajaran agar kita bisa menjadi sosok yang lebih kuat lagi dan menjadi lebih
bersyukur saat kita dikaruniai kebahagian. Aku percaya tidak ada hal yang
sia-sia jika kita melakukan yang terbaik untuk melalui berbagai permasalahan
yang menghadang kita selama kita hidup J
No comments:
Post a Comment